Kamis, 31 Maret 2011

makanan khas betawi

JAKARTA banyak menyimpan potensi wisata kuliner yang kurang digali. Mungkin ratusan atau ribuan rahasia kuliner Betawi yang masih tersimpan di benak warga Betawi yang sudah renta. Biasanya rahasia ini diteruskan turun termurun dari generasi sebelumnya, seperti masakan Pucung Gabus. Bahkan orangtua Betawi bilang, “Jangan ngaku anak Betawi kalo belum nyobain sayur pucung gabus”.

Setiap daerah pasti punya ciri khusus dalam budaya kuliner mereka. Misalnya saja Surabaya yang terkenal dengan rujak cingurnya. Tak mau kalah, Yogyakarta punya sayur gudek, Sunda tetap eksis dengan lalapannya, begitu juga dengan Madura yang termasyur dengan kelezatan satenya. Setiap daerah selalu membanggakan makanan kas dari daerah masing-masing tak terkecuali orang Betawi yang menjadi masyarakat asli kota Jakarta.

Banyak makanan kas Betawi, bahkan jika mau menghitungnya, jumlahnya tak kalah dengan makanan kas daerah lain. Sebut saja nasi kebuli, sayur babanci, nasi uduk Betawi, dan masih banyak lagi. Ada masakan legenda yang menjadi ikon utama warga Betawi tempo dulu, yakni sayur pucung gabus.

“Kalo kaga kenal ma sayur pucung gabus, jangan berani ngaku jadi anak Betawi dah. Ni masakan sayur ikan yang paling enak di dunia,” puji H Saad, tokoh masyarakat Betawi Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur terhadap masakan yang mulai jarang ditemui tersebut. Beruntung H Saad memiliki istri yang menyimpan resep kuno nenek moyangnya. Makanya begitu kangen dengan masakan tersebut, ia tak sungkan meminta istri untuk membuatnya.

Sayur pucung gabus sendiri berupa sayuran yang terdiri dari ikan gabus dan disajikan dalam potongan kecil layaknya sayur ikan pada umumnya. Apa yang membedakan? pucung gabus dicampur bersama kuah rawon. Masyarakat Betawi dulu lebih nikmat jika melahapnya langsung tanpa sendok atau garpu. Dengan begitu, kelezatan akan lebih terasa.

Membuat sayur pucung gabus memang sedikit ribet karena banyak bumbu yang digunakan. Rempah yang digunakan antara lain, bawang merah, bawang putih, kemiri, cabe merah, jahe, kunyit, dan daun salam. Bumbu-bumbu tersebut kemudian diulek dan ditumis sampai harum, kemudian dimasukkan ke dalam air hingga menjadi kuah pucung.

Untuk membuat sayur tampak lebih hitam dan pekat, terlebih dulu biji kluwek atau pucung dihancurkan dan diambil isinya. Kemudian biji kluwek tersebut dicampur dengan bumbu masak yang telah ditumis. Kemudian dimasukkan ke dalam air dan direbus sampai mendidih dan menjadi kuah pucung. “Itu baru bikin kuahnya doang, belum ngerajang ikannya,” kata H Sumiati pembuat pucung gabus yang bermukim di Cakung.

Sementara itu potongan ikan gabus yang telah digoreng, lanjut Sumiati, kemudian dimasukkan ke dalam kuah pucung. Campuran ikan gabus bersama kuah pucung lalu dipanaskan hingga mendidih. “Untuk mempertahankan keharumannya, biasanya diberikan daun salam utuh ke sayuran yang sedang direbus,” beber H Sumiati.

Rasa pucung gabus memang terbilang unik. Perpaduan bumbu dapur membuat rasa masakan ini begitu terasa. Rasa yang gurih, sedikit asin dan pedas, menjadi ciri kas sayur ini sehingga sulit dilupakan oleh siapa pun yang memakannya. Aroma wangi yang keluar dari kuah pucung pun terasa menggugah kita untuk segera menyantapnya.

Sayur ikan gabus pucung sebagai masakan khas Betawi relatif sulit ditemukan. Hal itu dikarenakan sulitnya mencari ikan gabus di Jakarta saat ini. Seperti yang dilakukan Sumiati, sehingga membuatnya pernah mencoba ikan lain dalam masakan ini. “Gagal, daging ikan hancur dan rasanya nggak seenak ikan gabus,” kata wanita yang mengaku belajar memasak pucung gabus dari ibunya ini.

Menurut Sumiati pucung gabus akan lebih nikmat jika dimakan bersama lalapan seperti, pete, mentimun, kacang panjang, dan daun kangkung. Bagi penggemar pedas, sayur pucung gabus juga tak kalah mantepnya jika dihidangkan dengan sambal terasi atau sambal goreng. Tapi sayang untuk dapat menikmati sayur pucung gabus ini kita tak bisa merasakannya dengan mudah.

sumber : http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/09/10/pucung-gabus-kuliner-khas-betawi

wisata ke pulau komodo

Bagi Anda yang gemar bepergian, Anda pasti tak ingin melewatkan objek wisata yang mengesankan di seluruh penjuru nusantara. Berpetualang ke pulau-pulau yang eksotis, menyelami birunya laut, dan bermandikan cahaya mentari akan membuat liburan Anda tak terlupakan. Bayangkan, Anda juga berkesempatan untuk melihat jejak-jejak kehidupan masa lalu yang terpelihara, sekaligus berperan serta menjaga kelestariannya. Anda dan keluarga tak hanya betah menikmati wisata alamnya, tetapi juga bangga menjadi bagian dari ragam keindahan Indonesia. Dan di sini, di Taman Nasional Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, Anda akan mendapatkan semuanya.

Pulau Komodo terletak di ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tepatnya di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Sejak tahun 1980, kawasan seluas 1.817 km2 ini dijadikan Taman Nasional oleh Pemerintah Indonesia, yang kemudian diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. Bersama dua pulau besar lainnya, yakni Pulau Rinca dan Padar, Pulau Komodo dan beberapa pulau kecil di sekitarnya terus dipelihara sebagai habitat asli reptil yang dijuluki “Komodo Dragon” ini.

Menyandang nama latin Varanus Komodoensis dan nama lokal “Ora”, kadal raksasa ini menurut cerita dipublikasikan pertama kali pada tahun 1912 di harian nasional Hindia Belanda. Peter A. Ouwens, direktur Museum Zoologi di Bogor adalah orang yang telah mengenalkan komodo kepada dunia lewat papernya itu. Semenjak itu, ekspedisi dan penelitian terhadap spesies langka ini terus dilakukan, bahkan dikabarkan sempat menginspirasi Film KingKong di tahun 1933. Menyadari perlunya perlindungan terhadap Komodo di tengah aktivitas manusia di habitat aslinya itu, pada tahun 1915 Pemerintah Belanda mengeluarkan larangan perburuan dan pembunuhan komodo.

komodo1 Berkat usaha pemerintah dan masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian Taman Nasional, wisatawan yang datang kini dapat berkunjung dan melihat dari dekat kehidupan reptil purba ini. Dengan panjang tubuh 2-3 meter, komodo dapat memiliki berat hingga 70-100 kilogram. Hewan yang menyukai tempat panas dan kering ini hidup di habitat sabana atau hutan tropis pada ketinggian rendah. Jika malam tiba, komodo bersarang di lubang dengan dalam 1-3 meter sambil menjaga panas tubuhnya di malam hari. Sebagai karnivora yang berada di puncak rantai makanan, mangsa Komodo antara lain kambing, rusa, babi hutan, dan burung. Pada kondisi tertentu, Komodo dapat berperilaku kanibal dengan memangsa Komodo lainnya. Dengan mengandalkan indera penciuman pada lidahnya, komodo dapat mencium bangkai mangsanya hingga sejauh 9 kilometer. Gigitannya yang mengandung bisa dan bakteri yang mematikan, ditambah cakar depannya yang tajam merupakan senjata alaminya. Selain itu, komodo ternyata mampu berlari 20 kilometer per jam dalam jarak yang pendek, memanjat pohon, berenang, bahkan menyelam.

Layaknya reptil lain, komodo berkembang biak dengan bertelur. Walaupun demikian, penelitian membuktikan terdapat cara lain komodo melakukan regenerasi, yakni dengan cara partenogenesis. Cara ini memungkinkan komodo betina untuk menghasilkan telur tanpa dibuahi oleh jantan. Partenogenesis diduga telah menyelamatkan komodo dari kepunahan sejak ribuan tahun silam. Akan tetapi, kerusakan habitat, aktivitas vulkanis, gempa bumi, kebakaran, sampai perburuan gelap terindikasi telah mengakibatkan penurunan jumlah populasi komodo sampai taraf rentan terhadap kepunahan. Diperkirakan terdapat 4-5 ribu ekor komodo dengan keberadaan betina yang produktif hanya berjumlah ratusan. Kondisi demikian merupakan tantangan bagi usaha konservasi Taman Nasional Pulau Komodo.

Menikmati wisata Taman Nasional Pulau Komodo dengan mengamati kehidupan komodo dari dekat mungkin belum cukup bagi Anda. Bagi Anda yang hobi dengan olahraga air, Anda dapat mencoba melakukan penyelaman di perairan utara maupun selatan kepulauan ini. Perairan utara merupakan perairan hangat hasil pertemuan arus dari Laut Banda dan Flores. Sebaliknya, perairan selatan menawarkan perairan dingin dari arus Samudera Indonesia. Kombinasi kedua karakter perairan yang berbeda ini menghasilkan ekosistem bawah laut yang kaya. Berbagai macam jenis terumbu karang hidup subur dan menjadi tempat hidup sekian banyak spesies ikan sekaligus penyedia sistem penunjang kehidupan air laut. Banyak penyelam telah menyaksikan kehidupan bawah laut perairan pulau Komodo yang memesona, yang menyimpan berjuta potensi keanekaragaman hayati.

Sebagai salah satu objek wisata andalan Indonesia, Pulau Komodo menyediakan akomodasi mulai dari pondokan yang didirikan masyarakat setempat sampai resort bertaraf internasional. Bagi wisatawan domestik, Anda dikenakan biaya tiket masuk sebesar Rp. 75.000, sedangkan wisatawan asing sebesar US$ 15. Untuk mencapai Pulau Komodo, Anda dapat melalui rute pesawat dari Kupang (ibukota Nusa Tenggara Timur-NTT) ke kota Ende di Pulau Flores. Berikutnya perjalanan dilanjutkan dengan minibus ke Labuhanbajo yang memakan waktu 10 jam. Dari Labuhanbajo, speedboat akan membawa Anda ke Pulau Komodo setelah menempuh penyeberangan selama 2 jam. Beberapa rute lainnya dapat Anda tempuh dengan penerbangan dari Bali sesuai maskapai penerbangan yang melayani tujuan ke NTT. Berbagai paket wisata yang ditawarkan agen wisata rasanya cukup menarik untuk dicoba bagi Anda yang baru pertama kali mendatangi Pulau Komodo ini.

Eco-wisata yang dicanangkan pemerintah terhadap Taman Nasional Pulau Komodo ini diharapkan mampu mendatangkan lebih banyak lagi wisatawan domestik / manca negara. Tidak hanya orang tua, bahkan anak-anak sekalipun tidak perlu takut untuk datang dan berkunjung ke sana. Dengan peraturan dan keamanan berwisata yang terjaga, manusia dan Komodo dapat hidup berdampingan dengan damai. Dan layaknya anak-anak, kecintaan mereka terhadap Komodo merupakan benih-benih yang dapat menumbuhkan kecintaan mereka pada kekayaan negeri dan sejarahnya. Nampaknya pesan inilah yang dulu di tahun 90-an pernah dibawakan dengan apik oleh Kak Seto lewat boneka Si Komo-nya. Lewat karakter Si Komo, Kak Seto membawa pesan pelestarian komodo ke hati dan pikiran anak-anak Indonesia, agar mereka bangga dengan kekayaan negerinya.

Komodo_7WondersJika demikian, sangat layak kiranya Taman Nasional Pulau Komodo diangkat menjadi salah satu dari 7 Keajaiban Alam (7 Wonders Of Nature), bersanding dengan beragam keajaiban dunia lainnya yang mengagumkan. Jejak-jejak kehidupan dunia purba telah menyajikan dirinya kepada manusia hari ini untuk becermin melihat sejarah dunia masa lalu. Kehidupan yang telah melewati ratusan, bahkan ribuan tahun. Lewat Taman Nasional Pulau Komodo ini, dunia hari ini memiliki warisan yang tak ternilai harganya untuk dilestarikan. Mari dukung Taman Nasional Pulau Komodo menjadi satu dari 7 Keajaiban Alam. Dengan demikian, Anda telah berpartisipasi dalam usaha memperkenalkan Taman Nasional Pulau Komodo kepada dunia, sehingga upaya pelestarian ini tidak hanya menjadi perhatian bangsa Indonesia, tapi seluruh masyarakat dunia. Vote Taman Nasional Pulau Komodo for 7 Wonders of Nature.

sumber :http://aprasetyo.wordpress.com/2009/06/15/wisata-taman-nasional-pulau-komodo/

Senin, 28 Maret 2011

jalan-jalan di curug cibereum

Di suatu akhir pekan, saya berkesempatan mengunjungi Curug Cibeureum. Curug Cibeureum adalah salah satu dari tiga air terjun yang terletak di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dari Jakarta, arahkan kendaraan menuju wilayah Puncak, Bogor dan ikuti saja rute menuju kebun Raya Cibodas yang dapat ditempuh dalam waktu 2 jam. Memasuki Kebun Raya Cibodas, Anda akan disuguhi udara dingin dan segar. Sebaiknya Anda berangkat di pagi hari agar terhindar dari kemacetan yang selalu terjadi di daerah puncak dan sekitarnya pada akhir pekan.

Setelah tiba di kebun Raya Cibodas, Anda dapat langsung menuju Pos I Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pos I ini adalah awal perjalanan menuju Curug Cibeureum dan juga titik awal bagi para pendaki yang ingin mendaki Gunung Gede. Sewaktu saya kesana, Gunung Gede sedang ditutup untuk pendakian hingga Bulan Maret 2010. Hal ini merupakan penutupan rutin untuk memberi kesempatan biota tumbuhan di Gunung Gede tumbuh dan berkembang. Di pos penjagaan, saya diharuskan membayar tiket masuk seharga 3.000 rupiah dan meninggalkan nama dan alamat di buku tamu.

Perjalanan menuju Curug Cibeureum merupakan perjalanan yang cukup melelahkan. Selama sekitar 2 jam saya berjalan melalui jalanan dan anak tangga yang berbatu dan agak licin sehabis diguyur hujan malam harinya. Saya harus berhati-hati meniti trek sepanjang 2,8 km ini karena bisa terpeleset atau jatuh. Tetapi perjalanan menuju Curug Cibeureum setimpal dengan pemandangan yang akan Anda dapatkan. Anda akan disuguhi pemandangan khas Hutan Hujan Tropis. Warna hijau dan bau khas hutan akan mengiringi perjalanan Anda.

Setelah sekitar setengah jam perjalanan, sampailah saya di Pos Telaga Biru. Di dekat Pos Telaga Biru terdapat sebuah danau seluas 0,2 hektar yang warna airnya dapat berubah-ubah menjadi merah, biru atau hijau tergantung dari perputaran pertumbuhan ganggang. Saya cukup puas untuk menikmati air telaga yang berwarna kehijauan sewaktu tiba disana. Di Pos Telaga Biru Anda dapat beristirahat sejenak untuk melepas lelah. Di dalam perjalanan menuju Curug Cibeureum, jika beruntung, Anda dapat melihat hewan yang hidup di Taman Nasional ini. Beberapa menit berjalan, saya melihat seekor tupai yang berlari cepat masuk ke balik pohon. Sayang saya tidak sempat mengabadikan tupai tersebut, tapi saya sudah cukup senang melihatnya walau sekilas saja.

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango juga kaya dengan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh bebas disni. Selain tanaman pakis, saya mendapati Bunga Kecubung. Bunga Kecubung berwarna putih dan berbentuk seperti terompet. Daun Bunga Kecubung berkhasiat dapat mengobati rasa sakit. Setelah kurang lebih setengah jam berjalan, tibalah saya di jembatan kayu sepanjang 1 km. jembatan kayu ini diapit oleh pohon-pohon besar yang sangat cantik. Anda dapat berhenti sebentar untuk mengambi foto disini. Tetapi hati-hati dalam melangkah, di beberapa tempat jembatan sudah rusak sehingga bolong-bolong. Salah melangkah kaki anda bisa terperosok.
Jangan berlama-lama disini karena perjalanan menuju Curug Cibeureum masih jauh. Anda akan menemukan jembatan kayu lagi setelahnya. Disinilah pemandangan sangat indah. Rumput ilalang tinggi berjajar dengan berlatar belakang pemandangan gunung Pangrango dengan kabut yang menutupi puncak gunung sangat indah, sayang untuk dilewatkan. Tetap hati-hati dengan langkah Anda karena jembatan kayu disini sudah mulai rusak dan banyak bagian yang hilang.

Lepas dari jembatan kayu, jalanan kembali menanjak. Tetapi jangan menyerah dulu. Tidak lama lagi anda akan tiba di Curug Cibeureum. Suara air terjun yang menerpa batu sayup-sayup mulai terdengar. Benar saja, tak beberapa lama akhirnya saya tiba di Curug Cibeureum. Curug Cibeureum yang dalam Bahasa Sunda berarti Air Merah adalah air terjun setinggi kurang lebih 50 meter dan berada di 1.625 m dpl. Dinding tebing Curug Cibeureum ditumbuhi lumut merah (Spagnum Gedeanum) yang merupakan tanaman endemik di Jawa Barat. Selain Curug Cibeureum terdapat pula 2 air terjun lain dengan debit air yang lebih kecil yaitu Curug Cidenden dan Curug Cikundul.

Setelah sampai disini, jangan ragu untuk menceburkan badan Anda di bawah air terjun. Airnya yang dingin, jernih dan menyegarkan akan memberikan sensasi tersendiri. Jangan takut, Curug Cibeureum ini dilengkapi dengan fasilitas toilet untuk berganti baju dan tempat istirahat. Jadi selain berendam di air terjun Anda juga dapat sekedar duduk-duduk melepas lelah selama perjalanan di tempat istirahat sambil menikmati perbekalan yang Anda bawa. Jika Anda beruntung, biasanya sehabis hujan Anda dapat mencium kesegaran aroma tanah hutan hujan tropis. Bahkan menurut papan informasi yang terdapat disini, terdapat Katak Leptophryne Cruentata yang masuk dalam daftar merah IUCN sebagai kategori terancam punah. Letak antara Curug Cibeureum dan dua curug lainnya berdekatan sehingga Anda bisa mengeksplorasi kedua curug ini setelahnya.

Perjalanan saya mengunjungi Curug Cibeureum sungguh merupakan perjalanan yang menyenangkan. Kepenatan selama seminggu penuh langsung hilang di Curug Cibeureum. Suasana alam asri dan udara sejuk beserta segarnya air terjun Cibeureum menjadi bekal semangat saya menatap hari mendatang. Curug Ciebeureum, saya pasti kembali!

sumber : http://mentarisenja.multiply.com/journal/item/18